RSS

MUJARAAH, MUKHABARAH, DAN MUSYAQAH

25 Des

MUJARAAH, MUKHABARAH, DAN MUSYAQAH

Pemakalah    : Yayan Nuryanah

Mata Kuliah  : Fiqih Muamalah

Semester       : III

Dosen           : Asep Irfan Rifa’i, S.Pd.I., M.Pd

Kampus         : STAI YAPERI CIBINONG 2017

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia dijadikan Allah Swt.sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara manusia dengan manusia lainnya.Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi.

Dalam kehidupan sosial,Nabi Muhamad Saw.mengajarkan kepada kita semua tentang bermuamalah agar terjadi kerukunan antar umat serta memberikan keuntungan bersama,dalam pembahasan kali ini pemakalah ingin membahas tiga diantara muamalah yang diajarkan Nabi Muhamad Saw.yaitu mujaraah,mukhabarah dan musyaqah.Karena didalam pembahasan ini terdapat suatu hikmah untuk kehidupan sosial.

Rumusan Masalah

  1. Apa yang dimaksud dengan mujaraah/mukhabarah?
  2. Apa syarat,ihwal,hukum &akhir penghabisan mujaraah?
  3. Apa yang dimaksud dengan musyaqah/muamalah?
  4. Apa syarat,hukum,rukun dan habis waktu musyaqah?

 Tujuan

Adapun tujuan dari disusunnya makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami:

  1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan mujara’ah/mukhabarah
  2. Untuk mengetahui syarat,ihwal,hukum & akhir penghabisan mujara’ah
  3. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan musyaqah/muamalah
  4. Untuk mengetahui Apa syarat,hukum,rukun dan habis waktu musyaqah?

BAB II PEMBAHASAN

Arti, Landasan dan Sifat Mujara’ah

Pengertian Mujara’ah

Secara etimologis.mujara’ah al-mujaraatu adalah wajan mufaalatudari kata azzar’u yang sama artinya dengan al-inbatu yang artinya menumbuhkan.Mujara’ah dinamai pula dengan al-mukhabarah dan muhaqalah.orang-orangirak memberikan istilah mujaraah dengan al-qarah.

Menurut treminologi syara’,para ulama berbeda pendapat antara lain.

Ulama malikiyah:

Assyirkatufizzar’I Artinya: “perkongsian adalah bercocok tanam”

Ulama hanabilah

Daf’ul ardi ilamayyazo’roaha auya’mallu alaiha wazzar’u bainahuma Artinya:”menyerahkan tanah kepada orang yang bakan bercocok tanam atau mengelolanya ,sedangkan tanaman (hasilnya) tersebut dibagi diantara keduanya”

Ulama syafi’iah membedakan antara mujaraah dan mukhabarah Almuhobarotu hiya amalul ardi biba’diha ma yahruju minha walbajru minal amili.walmujro’atu hiya almuhobarotu walkinal bajro fiha yakunu minal maliki. Artinya:”mukhabarah adalah mengelola tanah diatas sesuatun yang dihasilkannya dan benihnya berasal dari pengelola.adapun mujara’ah,sama seperti mukabarah,hanyasaja benihnya berasal dari pemilik tanah”

Landasan Hukum

Imam hanafi dan jafar tidak mengakui keberadaan mujara’ah dan menganggapnya fasid.Begitu pula dengan Imam Syafi’i ,tetapi sebagian ulama syafi’iyah mengakui dan mengaitkannya dengan musyaqah (pengelolaan kebun) dengan alasan untuk memenuhi kebuthan,tetapi mereka,tidak membolehkan mukhabarah sebab tidak ada landasan yang membolehkannya.

Diantara alasan yang dikemukakan oleh ulama hanafiyah,jafar, imam syafi’iadalah hadis yang diriwayatkan oleh muslim dari jabir ibn abdullah bahwa Rassulullah SAW. Melarang mukhabarah.Demikian pula dalam hadis ibn Umar yang juga diriwayatkan oleh Muslim bahwa Rassulullah SAW.melarang mujara’ah.

Hukum mujara’ah dan mukhabarah yang sahih menurut ulama hanafiyah adalah sebagai berikut :

  1. Segala keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada penggarap.
  2. Biaya atas tanaman dibagi antara penggarap dengan pemilik
  3. Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan aqad
  4. Menyiram atau menjaga tanaman
  5. Dibolehkan menambah penghasilan dan kesepakatan waktu yang telah ditetapkan.

Macam-macam Mujara’ah

  1. Tanah dan bibit berasal dari satu pihak,sedangkan pihak lainnya menyediakan alat juga melakukan pekerjaan.
  2. Tanah disediakan satu pihak,sedangkan alat,bibit,dan pekerjaannya disediakan oleh pihak lain.Hukum yang kedua ini diperbolehkan .Disini penggarap sebagi penyewa akan mendapat sebagian hasilnya sebagai imbalan.
  3. Tanah,alat,bibit,disediakan pemilik,sedang tenaga dari pihak penggarap
  4. Hukum ketiga ini juga diperbolehkan.

Tanah dan alat disediakan oleh pemilik,sedangkan benih dan pekerjaan dari pihak penggarap.Pada bentuk yang keempat ini menurut Zhahir riwayat,mujaraah menjadi fasid. Ini dikarenakan misal akad yang dilakukan sebagai menyewa tanah maka alat dari pemilik tanah menyebabkan fasid,ini disebabkan alat tidak mungkin mengikuti kepada tanah karena ada bedanya manfaat,sebaliknya jika akad yang terjadi menyewa tenaga penggarap maka bibit harus berasal dari penggarap.

 Rukun Mujara’ah atau Mukhabarah

Rukun-rukun dalam akad mujara’ahjamhur ulama yang membolehkan akad mujara’ah menetapkan rukun yang harus dipenuhi,agar akad itu menjadi sah

  1. Ijab qabul (aqad)
  2. Penggarap dan pemilik tanah(akid)
  3. Adanya obyek (ma’qud alaih)
  4. Harus ada ketentuan bagi hasil

Dalam akad mujara’ah apabila salah satunya tidak terpenuhi,maka pelaksanaan akad mujara’ah tersebut batal.

Syarat Mujara’ah

Menurut Abu Yusuf dan Muhamad

Syarat Aqid (orang yang melangsungkan akad)

  1. Mumayiz,tetapi tidak disyaratkan balig
  2. Imam Abu Hanifah mensyaratkan bukan orang murtad,tetapi ulama hanafiyah tidak mensyaratkannya.

Syarat Tanaman

Diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat,tetapi kebanyakan menganggap lebih baik jika diserahkan kepada pekerja.

Syarat dengan Garapan

  1. Memungkinkan untuk digarap,yakni apabila ditanami akan menghasilkan.
  2. Jelas
  3. ada penyerahan tanah

Syarat-syarat tanaman yang dihasilkan

  1. Jelas ketika akad
  2. Diharuskan atas kerjasama dua orang yang akad.
  3. Ditetapkan ukuran diantara keduanya ,seperti sepertiga,setengah,dan lain lain.
  4. Hasil dari tanaman hasrus menyeluruh diantara dua orang yang akan melangsungkan akad.tidak dibolehkan mensyaratkan bagi salah satu yang melangsungkan akad hanya mendapatkan sekadar pengganti biji.

Tujuan Akad

Akad dalam mujara’ah harus didasarkan pada tujuan syara’yaitu untuk memanfaatkan pekerja atau memanfaatkan tanah.

Syarat Alat Bercocok Tanam

Dibolehkan menggunakan alat tradisional atau modern dengan maksud sebagai konsekuensi akad.jika hanya bermaksud menggunakan alat dan tidak dikaitkan dengan akad,mujara’ah dipandang rusak.

Syarat Mujara’ah

Dalam mujara’ah diharuskan menetapkan waktu,jika waktu tidak ditetapkan,mujara’ah dipandang tidak sah.

Ulama Malikiyah

Syarat-syarat menurut ulama Malikiyah adalah :

  1. Kedua orang yang melangsungkan akad harus menyerahkan benih.
  2. Hasil yang diperoleh harus disamakan antara pemilik tanah dan penggarap
  3. Benih harus berasal dari kedua orang yang melangsungkan akad

Ulama Syafi’iyah

Ulama Syafi’iyah tidak mensyaratkan persamaan hasil yang diperoleh oleh kedua aqid dalam mujara’ah yang mengikuti atau berkaitan dengan musyaqah .Mereka berpendapat bahwa muzaraah adalah pengelolaan tanah atas apayang keluar dari bumi,sedangkan benihnya berasal dari kedua orang yang melangsungkan akad.

Ulama Hanabilah

Ulama Hanabilah sebagaimana ulama Syafi’iyah tidak mensyaratkan persamaan antara penghasilan dua orang yang akad.

Namun demikian,mereka mensyaratkan lainnya.

  1. Benih berasal dari pemilik,tetapi diriwayatkan bahwa Imam Ahamd membolehkan benih berasal dari penggarap
  2. Kedua orang yang melangsungkan akad harus menjalankan bagian masing-masing
  3. Mengetahui dengan jelas jenis benih.

Dalil Mujara’ah

Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar. Artinya ”Dari ibnu umar berkata Rasullulah memberikan khaibar kepada kepada orang-orang yahudi dengan syarat mereka mau mengerjakan dan mengolahnya dan mengambilnya sebagian dari hasilnya”

Dalil Mukhabarah

Berkata Rafi bin Khadij”daiantar Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah kami,maka kami persewakan  sebagian tanah untuk kami dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya.kadang sebagian tanah itu berhasil baik dan yang lainnya tidak berhasil,maka oleh karenanya Rassulullah melarang paroan dengan cara demikian (H.R.Bukhari)

Hikmah Mujara’ah

Terwujudnya kerjasama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani dan penggarap,meningkatkan kesejahteraan masyarakat,tertanggulanginya kemiskinan,terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.

Mukhabarah

Dalam mukhabarah,yang wajib zakat adalah penggarap atau petani ,karena dialah hakikatnya yang menanam,sedangkan pemilik tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya.Jika benih berasal dari keduanya ,maka zakat diwajibkan kepada keduanya.

Adapun hikmah mukhabarah antara lain:

Terwujudnya kerjasama yang saling menguntungkan antara pemilik dan penggarap, meningkatnya kesejahteraan masyarakat, tertanggulanginya kemiskinan, terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.

Penghabisan Mujara’ah

Beberapa hal yang menyebabkan mujara’ah habis :

  1. Habis masa Mujara’ah
  2. Salah seorang yang akad meninggal
  3. Adanya uzur. Menurut ulama Hanafiyah,diantara uzur yang menyebabkan batalnya mujara’ah antara lain:
  • tanah garapan terpaksa dijual,misalnya untuk membayar hutang
  • Penggarap tidak dapat mengelola tanah,seperti sakit,jihad dijalan Allah Swt.dan lain-lan.

MUSYAQAH/MUAMALAH

Arti Musyaqah

Menurut etimologi,musyaqah adalah salah satu bentuk penyiraman. Orang Madinah menyebutnya dengan istilah muamalah.Akan tetapi,istilah yang lebih dikenal adalah musyaqah. Adapun menurut terminologi islam,antara lain : “mu’aqadatu daf’il asjari ila mayya’malu fiha ala annassamrata bainahuma”

Yang artinya”suatu akad dengan memberikan pohon kepada penggarap agar dikelola dan hasilnya dibagi diantara keduanya”.

Asas Legalitas

Musyaqah menurut ulama Hanafiyah sama seperti mujara’ah, baik dalam hukum dan persyaratan yang memungkinkan musyaqah.Abu Hanifah dan Abu Jafar tidak membolehkannya,dengan mendasarkan pendapatnya pada hadis: mangkanat’s lahu ardu falyazro’ha wala yukri ha bitsulusi wala birubu’I wala bitho’a mimussamma”. Artinya”Barang siapa yang memiliki tanah,hendaklah mengelolanya,tidak boleh menyewakannya dengan sepertiga atau seperempat,dan tidak pula dengan makanan yang telah ditentukan”

 Pebedaan antara Musyaqah dan Mujara’ah

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa musyaqah sama dengan mujara’ah,kecuali dalam 4 perkara.

  1. Jika salah seorang yang menyepakati akad tidak memenuhi akad,dalam musyaqah,ia harus dipaksa, tetapi dalam mujara’ah,ia tidak boleh dipaksa.
  2. Jika waktu musyaqah habis,akad diteruskan sampai berbuah tanpa pemberian upah, sedangkan dalam mujara’ah,jika waktu habis,pekerjaan diteruskan demgan pemberian upah.
  3. Waktu dalam musyaqah ditetapkan berdasarkan istihsan,sebab dapat diketahui dengan tepat,sedangkan waktu dalam mujara’ah terkadang tidak tertentu.
  4. Jika pohon diminta oleh selain pemilik tanah,penggarap diberi upah.Sedangkan dalam mujara’ah jika diminta sebelum menghasilkan sesuatu,penggarap tidak mendapatkan apa-apa.

Ulama Hanabilah membolehkannya sebab yang terpenting adalah maksudnya.

Bagi orang yang mampu berbicara,qabul harus ducapkan agar akad menjadi lazim,seperti pada ijarah.Menurut ulama Hanabilah, sebagaimana pada mujara’ah,tidak disyaratkan qabul dengan ucapan,melainkan cukup dengan mengerjakannya.

Hukum Musyaqah

Hukum musyaqah sahih

Musyaqah sahih menurut para ulama memiliki beberapa hukum atau ketetapan

Menurut ulama Hanafiyah hukum musyaqah adalah sahih adalah sebagai berikut :

  1. Segala pekerjaan yang berkenaan dengan pemeliharaan dibagi dua
  2. Hasil dari musyaqah dibagi berdasarkan kesepakatan
  3. Jika pohon tidak menghasilkan sesuatu,keduanya tidak mendapatkan apa-apa.
  4. Akad adalah lazim dari kedua belah pihak.
  5. Pemilik boleh memaksa penggarap untuk bekerja kecuali ada uzur
  6. Boleh menambah hasil dari ketetapan yang telah disepakati
  7. Penggarap tidak memberikan musyaqah kepada penggarap lain,kecuali diizinkan oleh pemilik.

Ulama Malikiyah

Pada umumnya menyepakati hukum-hukum yang ditetapkan ulama Hanafiyah di atas.Namun,demikian,mereka berpendapat dalam penggarapan.

  1. Sesuatu yang tidak berhubungan dengan buah tidak wajib dikerjakan dan tidak boleh diisyaratkan.
  2. Sesuatu yang berkaitan dengan buah yang membekas di tanah,tidak wajib dibenahi oleh penggarap
  3. Sesuatu yang berkaitan dengan buah,tetapi tidak tetap adalah kewajiban penggarap,seperti menyiram atau menyediakan alat garapan dan lain-lain.

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah sepakat dengan ulama Malikiyah dalam membatasi pekerjaan penggarap diatas,dan menambahkan bahwa segala pekerjaan yang rutin setiap tahun adalah kewajiban penggarap,sedangkan pekerjaan yang tidak rutin adalah kewajiban pemilik tanah.

Hukum musyaqah fasid

Musyaqah fasid adalah akad yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan syara.Beberapa keadaan yang dapat dikategorikan musyaqah fasidah menurut ulama Hanafiyah antara lain:

  1. Mensyaratkan hasi musyaqah bagi salah seorang dari yang akad
  2. Mensyaratkan salah satu bagian tertentu bagi yang akad
  3. Mensyaratkan pemilik untuk ikut dalam penggarap,sebab penggarap hanya berkewajiban memelihara tanaman sebelum dipetik hasilnya.
  4. Mensyaratkan penjagaan kepada penggarap setelah pembagian

Syarat Musyaqah

  1. Ahli dalam akad
  2. Menjelaskan bagian penggarap
  3. Membebaskan pemilik dari pohon
  4. Hasil pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan akad
  5. Sampai batas akhir,yakni menyeluruh sampai akhir

Rukun Musyaqah

  1. Dua orang yang akad (al-aqidani)Al-aqidani disyaratkan harus baligh dan berakal
  2. objek musyaqah
  3. Objek musyaqah menurut ulama hanafiyah adalah pohon-pohon yang berbuah,seperti kurma.akan tetapi,menurut sebagian ulama hanafiyah lainnya dibolehkan musyaqah atas pohon yang tidak berbuah sebab sama-sama membutuhkan pengurusan dan siraman.
  4. Buah, disyaratkan menentukan buah ketika akad untuk kedua pihak.
  5. Pekerjaan, disyaratkan penggarap harus bekerja sendiri
  6. Shighat, Menurut ulama syafi’iyah tidak dibolehkan menggunakan kata ijarah (sewaan) dalam aqad musyaqah sebab berlainan akad.
  7. Habis waktu musyaqah

Ulama hanafiyah berpendapat bahwa musyaqah sebagai mana mujara’ah dianggap selesai dengan adanya tiga perkara:

  1. Habis waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang akad
  2. Meninggalnya salah seorang yang akad
  3. Membatalkan baik dengan ucapan secara jelas atau adanya uzur.

Menurut ulama Malikiyah

Musyaqah adalah akad yang dapat diwariskan.Dengan demikian ahli waris bisa melanjutkannya,musyaqah dianggap tidak batal apabila penggarap diketahui seorang pencuri,tukang berbuat zalim,atau tidak dapat bekerja.

Menurut ulama syafi’iyah

Musyaqah tidak batal dengan adanya uzur,walaupun diketahui bahwa penggarap berkhianat.Akan tetapi pekerjaan penggarap harus diawasi oleh seorang pengawas sampai penggarap menyelesaikan pekerjaannya.

Menurut ulama Hanabilah

Musyaqah sama dengan mujara’ah yakni termasuk akad yang dibolehkan tetapi tidak lazim. Dengan demikian setiap sisi dari musyaqah dapat membatalkannya.Jika musyaqah rusak setelah tampak buah,buah tersebut dibagikan kepada pemilik dan penggarap sesuai dengan perjanjian waktu akad.

Hikmah Musyaqah

  1. Menghilangkan bahaya kefakiran dan kemiskinan dan dengan demikian terpenuhi segala kekurangan dan kebutuhan.
  2. Terciptanya saling memberi manfaat antara sesama manusia.
  3. Bagi pemilik kebun sudah tentu pepohonannya akan terpelihara dari kerusakan dan akan tumbuh subur karena dirawat.

BAB III PENUTUP

Simpulan

  1. Mujara’ah ialah mengerjakan tanah orang lain,seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya dibagi seperdua, sepertiga, seperempat, sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik tanah.
  2. Mukhabarah ialah mengerjakan tanah orang lain seperti sawah, atau ladang engan imbalan sebagian hasilnya dibagi seperdua,sepertiga,seperempat, sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
  3. Musyaqah adalah penyerahan pohon tertentu kepada orang yang menyiramnya dan menjanjikannya bila sampai buah pohon masak dia akan diberi imbalan buah dalam jumlah tertentu.

Saran

Demikian makalah ini penulis buat,semoga dari uraian yang telah dibahas dapat membantu kita dalam bermuamalah,dan makalah ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

Selain kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna.Maka dari itu kami berharap agar pembaca terutama kepada dosen mata kuliah fiqih muamalah berkenan untuk memberikan masukan baik berupa kritikan maupun saran yang memotivasi mengenai penulisan serta penyusunan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Rachmat, A, Prof. Dr. H. Syafe’i. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia.
  2. Rasjid, Sulaeman. 2013. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
  3. Syafei, Ag. M.Si, Nurdin. 2016. Buku Siswa Fiqih. Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia.
 
6 Komentar

Ditulis oleh pada 25 Desember 2017 inci Diskusi Online

 

Tag: , ,

6 responses to “MUJARAAH, MUKHABARAH, DAN MUSYAQAH

  1. Yayan Nuryanahyy

    26 Desember 2017 at 9:16 pm

    Iya saya tau @linda ,tapi waktu penghabisannya sama saja ,sama seperti mujaraah it

    Suka

     
  2. Yayan Nuryanahyy

    26 Desember 2017 at 9:12 pm

    Menurut saya yg lebih meyakinkan hasilnya mujaraah ,karena mujaraah rata2 berhubungan dengan kebun ,dan otomatis orang yg dipercayakannya adalah orang setempat juga. Sedangkan muqabarah terutama yg berhubungan dengan bank menurut saya itu kerugiannya lebih ber resiko,sebab kalau bank itu rata2 nasabahnya orang mana2 ,dalam artian orang jauh . Terkadang ada nasabah yg tidak membayar sesuai yg telah disepakati,bahkan ada yg kabur karna tdk mau membayar . trmksh

    Suka

     
  3. Linda Nur'Amalia

    26 Desember 2017 at 9:03 pm

    Izin menyanggah… Yang dipertanyakan saudari @Reni N.S adalah penghabisan musyaqah… Sementara dalam makalah yang tertera adalah penghabisan mujara’ah… Apakah antara musyaqah dan muzara’ah itu sama saja…? Terima kasihh…

    Suka

     
  4. Yayan Nuryanahyy

    26 Desember 2017 at 8:42 pm

    Untuk pertanyaan @reni nabilah salsabila : jawabannya sudah tertera diatas dalam penghabisan masa mujaraah . trmksh

    Suka

     
  5. Reni nabilah salsabila

    26 Desember 2017 at 8:32 am

    Jelaskan waktu penghabisan musyaqoh

    Suka

     
  6. Linda Nur'Amalia

    26 Desember 2017 at 7:29 am

    Antara mujaraah, mukharabah, dan musyaqah, menurut saudari pemakalab manakah yang analisis keuntungannya lebih meyakinkan bagi kedua belah pihak… Dan manakah yang resiko kerugiannya lebih teranalisis… Apa alasannyaa… Syukran…

    Suka

     

Komentar Anda