RSS

MUDHAROBAH ATAU QIRADH

25 Des

MUDHAROBAH ATAU QIRADH

Pemakalah       : Yunida Susilawati

Semester          : III

Kampus           : Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ar-Ridho Cibinong 2017

Dosen              : Asep Irfan Rifa’i, S.Pd.I., M.Pd

 BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia menginginkan perekonomian yang berbasis nilai-nalai dan prinsip syari’ah untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan. Di zaman sekarang kita hanya menerapkan Islam hanya dalam ibadah saja, tetapi terkadang dalam dunia perekonomian kita tidak memperhatikan nilai-nilai Islam tersebut, sehingga seringnya merugikan orang lain, dengan tidak memberikan hak-hak yang orang lain, seperti bagi hasil yang tidak merata, sehingga ada salah satu pihak menjadi terzholimi. Oleh karena itu kami akan membahas salah satu akad atau cara bagi hasil sesuai yang telah dijelaskan  pada Al-quran dan Hadits, yaitu “Qiradh atau mudharabah.”

Mudharabah atau qiradh ialah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan keputusan.

Para ulama mazhab sepakat bahwa mudharabah hukumnya dibolehkan (mubah) berdasarkan Al-quran, sunah, dan ijma’.

Dalam pelaksanaan qiradh kita harus sesuai denga rukun dan syarat qiradh itu sendiri, qiradh pun dapat diterapkan di perbankan, dan qiradh juga mempunyai manfaat dan risiko dalam menjalankannya.

Rumusan Masalah

  1. Pengertian Qiradh atau mudharabah.
  2. Dasar hukum mudharabah dan qiradh.
  3. Rukun dan syarat mudharabah atau qirad.
  4. Hukum mudharabah atau qiradh.
  5. Jenis-jenis mudharabah.
  6. Aplikasi dalam perbankan.
  7. Manfaat dan risiko mudharabah.

Tujuan

Tujuan dari penulisan makala ini, selain untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqh muamalah, juga agar dapat memberikan manfaat khususnya penulis sendiri dan umumnya bagi masyarakat atau mahasiswa, yaitu:

  1. Kita dapat mengetahui pengertian qiradh atau mudharabah.
  2. Kta dapat mngetahui dasar hukum mudharabah dan qiradh.
  3. Kita dapat mengetahui rukun dan syarat mudharabah atau qirad.
  4. Kita dapat mengetahui hukum mudharabah atau qiradh.
  5. Kita dapat mngetahui jenis-jenis mudharabah.
  6. Kita dapat mengetahui aplikasi mudharabah atau qiradh dalam perbankan.
  7. Kita dapat mengetahui manfaat dan risiko mudharabah atau qiradh.

BAB II QIRADH

Pengertian

Pengertian qiradh dan mudharabah mempunyai satu maknah. Mudharabah adalah bahasa penduduk Irak dan qiradh atau muqaradhah bahasa penduduk Hijaz.

Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti secara harfiah adalah bepergian atau berjalan. Sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: “ Dan yang lainnya, bepergian dimuka bumi mencari karunia Allah. (Al-Muzammil: 20).

Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu, berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan. Ada pula yang menyebutkan mudharabah atau qiradh dengan muamalah.

Jadi, menurut bahasa, mudharabah atau qiradh berarti al-qath’u (potongan), berjalan, dan atau berpergian.

Menurut istilah, mudharabah atau qiradh dikemukakan oleh para ulama, sebagai berikut:

Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya bagi pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Menurut Hanafiah, mudharabah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad yang berserikat dalam keuntungan (laba), karena harta diserahkan kepada yang lain yang lainnya punya jasa mengelola harta itu. Maka mudharabah ialah “ Akad syirka dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa.”

Malikiyah berpendapat, bahwa mudharabah ialah “akad perwakilan, di mana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak).”

Imam Hanabila berpendapat bahwa mudharabah ialah “ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu pada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui.”

Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa mudharabah ialah “akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan.”

Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Umairah berpendapat bahwa mudharabah ialah “seseorang menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarahkan dan keuntungan bersama-sama.”

Al-Bakri Ibn Al-Arif billah al-Sayyid Muhammad Syata berpendapat bahwa mudharabah ialah “seseorang yang memberikan masalahnya kepada yang lain dan didalamnya diterima penggantinya.”

Sayyid Sabiq berpendapat, bahwa mudharabah ialah akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian.

Menurut Imam Taqiyuddin, mudharabah ialah “akad keuangan untuk dikelola dikerjakan dengan perdagangan.”

Hasbi Ash Shiddieqy mengatakan bahwa mudharabah adalah “semacam syariat, bermufakat dua orang padanya dengan ketentuan: modal dari satu pihak, sedangkan usaha menghasilkan keuntungan dibagi di antara mereka.

Setelah kita mengetahui beberapa pendapat para ulama diatas mengenai mudharabah atau qiradh, kiranya kita dapat pahami bahwa mudharabah atau qiradh ialah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan keputusan.

Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. (Dr. Muhammad Syafi’I Antonio., M.Ec. 2001:95).

Dasar Hukum Mudharabah atau Qiradh

Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuaran untuk melakukan usaha. Melakukan mudharabah atau qiradh adalah mubah (boleh). Para ulama mazhab sepakat bahwa mudharabah hukumnya dibolehkan berdasarkan Al-quran, sunah, dan ijma’.

Al-quran

Seperti yang telah dijelaskan sebelumya ayat Al-qur’an yang menjelaskan hukum mudharabah atau qiradh terdapat pada surah Al-Muzammil ayat 20:

Artinya: “ Dan yang lainnya, bepergian dimuka bumi mencari karunia Allah.” (Al-Muzammil: 20).

Yang menjadi wajhud-dilalah atau argument dari surah Al-Muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.

Artinya: “Apabila shalat telah dilaksanakan dilaksanakan maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah…..” (Q.S Al-jumu’ah: 10).

Artinya: “Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu…(Al-Baqarah: 198).

Surah Al-Mujadilah: 10 dan Al-Baqarah: 198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha. (Dr. Muhammad Syafi’I Antonio., M.Ec. 2001: 95-96).

Al-Hadits

Hadits yang diriwayatkan oleh Shuhaib:

Artinya: “Dari Shuhaib r.a bahwa Saw bersabda: Ada tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkahan : jual beli yang di tangguhkan, member modal (muqharadah), mencampurkan gandum dengan jagung untuk keluarga, bukan untuk dijual.”

(Dr. Mardani. 2011: 194-195).

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik:

Artinya: “Dari ‘Ala’ bin Abdurrahaman dari ayahnya dari kakeknya bahwa Utsman bin ‘Affan memberikan harta dengan cara qiradh yang dikelolanya, dengan ketentuan dibagi diantara mereka berdua.

(Sayid Sabiq. 1981: 212).

 Ijma’

Imam Zailani telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid. (Dr. Muhammad Syafi’I Antonio., M.Ec. 2001: 96).

 

Rukun dan Syarat Mudharabah atau Qiradh

Menurut ulama Syafi,iyah, rukun-rukun qiradh ada enam, yaitu:

  1. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya.
  2. Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang
  3. Aqad mudharabah dilakukan dengan pemilik dengan pengelola barang.
  4. Mal, yaitu harta pokok atau modal.
  5. Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba.
  6. (Dr. H. Hendi Suhendi, M. Si. 2010: 139).

Rukun akad mudharabah menurut Hanafiah adalah Ijab dan Qabul, dengan menggunakan lafal yang menunjukkan kepada arti yang mudharabah. Lafal yang digunakan untuk ijab adalah lafal mudharabah, muqharadah, mu’malah, serta lafal-lafal lain yang artinya sama dengan lafal-lafal tersebut. Sebagai contoh, pemilik modal mengatakan: “Ambillah modal ini dengan mudharabah, dengan ketentuan keuntungan yang diperoleh dibagi diantara kita berdua dengan nisbah setengah, seperempat, atau sepertiga.”

Adapun lafal qabul yang digunakan oleh ‘amil mudhorib (pengelola) adalah lafal: saya ambil, atau saya terima, atau saya setuju, dan semacamnya. Apabila ijab dan qabul telah terpenuhi maka akad mudharabah telah sah.

Menurut jumhur ulama, rukun mudharabah ada tiga, yaitu:

  1. ‘aqid, yaitu pemilik dan modal dan pengelola(‘amil/mudhorib).
  2. Ma’qul ‘alaih, yaitu modal , tenaga (pekerja) dan keuntungan, dan
  3. Shighat, yaitu ijab dan qabul.

Adapun syarat-syarat mudharabah atau qiradh, antara lain:

Modal harus dinyatakan dengan jelas mengenai jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).

  1. Modal harus diserahkan kepada mudharib untuk memungkinkannya melakukan usaha.
  2. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
  3. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dengan persentase dari keuntunga yang mungkin dihasilkan nanti.
  4. Kesepakatan rasio persentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
  5. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada shahib a-mal.

Hukum Mudharabah atau Qiradh

Hukum mudharabah ada dua macam yaitu:

Mudharabah fasid

Apabila mudharabah fasid karena ayat-ayat yang tidak selaras dengan tujuan mudharabah maka menurut Hanafiah, Syafi’iyah, dan Hanabila mudharib tidak berhah melakukan melakukan perbuatan sebagaimana  (mudharib) tidak berhak memperoleh biaya operasional dan keuntungan yang tertentu, melainkan ia hanya memperoleh upah yang sepadan atas hasil pekerjaannya, baik kegiatan mudharabah tersebut memperoleh keuntungan atau tidak. Apabila dalam kegiatan mudharabah tersebut diperoleh keuntungan maka keuntungan tersebut semuanya untuk pemilik modal, karena keuntungan tersebut merupakan tambahan atas modal yang dimilikinya, sedangkan mudharib tidak mendapatkan apa-apa, kecuali upah yang sepadan, sebagaimana telah disebut di atas.

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharib (pengelola) dalam semua hukum mudharabah yang fasid dikembalikan kepada qiradh yang sepadan (qiradh mitsl) dalam keuntungan, kerugian, dan lain-lain dalam hal-hal yang bisa dihitung, dan ia (mudharib) berhak atas upah yang sepadan (ujrah mitsl) dengan perbuatan yang dilakukannya. Apabila diperoleh keuntungan, maka mudharib berhak atas keuntungannya itu sendiri, bukan dengan perjanjingan dengan pemilik modal, sehingga apabila harta rusak maka mudharib tidak memperoleh apa-apa.

Beberapa hal yang menyebabkan kembalinya mudharabah yang fasid kepada qiradh mitsl adalah:

  1. Qiradh dengan modal barang bukan uang.
  2. Keadaan keuntungan yang tidak jelas.
  3. Pembatasan qiradh dengan waktu, seperti sayu tahun.
  4. Menyandarkan qiradh kepada masa yang akan datang, dan
  5. Mensyaratkan agar pengelola mengganti modal apabila hilang atau rusak tanpa sengaja.

Mudharabah yang shahih

Pembahasan mengenai mudharabah yang shahih meliputi beberapa hal, yaitu:

  1. Kekuasaan
  2. Pekerjaan dan kegiatan
  3. Hak mudharib, dan’
  4. Hak pemilik modal.

Jenis-jenis Mudharabah

Secara umum mudharabah dibadgi menjadi dua jenis yakni yang bersifat tidak terbatas (muthlaqah,unrestricted), dan yang bersifat terbatas (muqayyadah, restricted).

Mudharabah Muthlaqah

Pada jenis almudharabah  yang pertama ini, pemilik dana memberika otoritas dan hak sepenuhnya kepada mudharib untuk menginvestasikan atau memutar uangnya.

Mudharabah Maqayyadah

Pada jenis mudharabah yang kedua ini, pemilik dan pemilik dana memberikan batasan kepada mudharib. Di antara batasan itu, misalnya, jenis investasi, tempat investasi, serta pihak-pihak yang diperbolehkan terlibat dalam investasi. Pada jenis ini shahibul maal dapat pula mensyaratkan kepada mudharib untuk tidak mencampurkan hartanya dengan dana al-mudharabah.(Muhammad Syafi’I Antonio. 2001: 138-139).

Aplikasi dalam Perbankan

Al-mudharabah biasanya diterapkan dalam produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada:

  1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan.
  2. Deposito special (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijara

Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:

  1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal perdagangan dan jasa.
  2. Investasi khusus disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran uang yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

Manfaat dan Risiko Mudharabah

Manfaat Mudharabah

  1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
  2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendanaan/hasil usaha bank hingga bank tidak akan pernah mengalami negative spreade.
  3. Pengambilan pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
  4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
  5. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerimaan pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Risiko AMudharabah

Risiko yang terdapat dalam al-mudharabah, terutama dalam penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi. Diantaranya:

  1. Side streaming: nasabah menggunakan dana itu bukan bukan yang disebut dalam kontrak.
  2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
  3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.(DR. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. 2001: 97-98).

BAB III PENUTUP

SIMPULAN

Pengertian qiradh dan mudharabah mempunyai satu maknah. Mudharabah adalah bahasa penduduk Irak dan qiradh atau muqaradhah bahasa penduduk Hijaz. Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti secara harfiah adalah bepergian atau berjalan.

Setelah kita mengetahui beberapa pendapat para ulama diatas mengenai mudharabah atau qiradh, kiranya kita dapat pahami bahwa mudharabah atau qiradh ialah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan keputusan.

Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuaran untuk melakukan usaha. Melakukan mudharabah atau qiradh adalah mubah (boleh). Para ulama mazhab sepakat bahwa mudharabah hukumnya dibolehkan berdasarkan Al-quran, sunah, dan ijma’.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Syafi’I, Muhammad Antonio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
  2. Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
  3. Al-Mushlih, Abdulla, dan Shalah ash-Shawi. 2004. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.
 
8 Komentar

Ditulis oleh pada 25 Desember 2017 inci Diskusi Online

 

8 responses to “MUDHAROBAH ATAU QIRADH

  1. M. Sukri gozali

    27 Desember 2017 at 3:33 am

    Izin bertanya, dalam aqad mudharobah, apa jenis usaha yang akan di jalankan oleh si peminjam modal harus di sebutkan ? Terima kasih, berikan alasannya..

    Suka

     
  2. M. Sukri gozali

    27 Desember 2017 at 3:10 am

    Izin menjawab pertanyaan @yayan nuryanah karena kita hidup di negara hukum, kita diperbolehkan untuk menuntut orang tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku, dan jika orang tersebut tidak sanggup untuk mengembalikan modal yang di pinjamkan terhadapnya, beban tersebut dapat di tangguhkan kepada salah satu keluarganya, baik kaka, orang tua, dan lain sebagainya. Terima kasih semoga tidak puas..

    Suka

     
  3. Yayan Nuryanahyy

    26 Desember 2017 at 11:58 pm

    Dalam aplikasi perbank’an bagaimana kalau ada nasabah yg tidak membayar cicilan atau apapun itu ,bahkan dia kabur atau bahkan pindah rumah tanpa sepengetahuan .trmksh

    Suka

     
  4. Yunida Susilawati

    26 Desember 2017 at 9:29 pm

    @Linda N.a… Karena dikhawatirkan harga barang tidak dapat disesuaikan dengan pembagian hasil keuntungan… Meski demikian… masih banyak yg meminjam modal kepada orang yg meminjaminya tidak ada uang dan adanya brang jadi d kasihnya brang atau emas trs gantiiinnya sesuai hrga emas yg d beli… Terimakasihhh…

    Suka

     
  5. Yunida Susilawati

    26 Desember 2017 at 9:23 pm

    @Reninabilasalsabila… mnrt pendapat saya.. Apabila pengusaha perorangan boleh… Karena uangnya milik sendiri, sedangkan apabila hasil kerjasama dengan oranglain atau rekannya… Hal tersebut tidak boleh karena dalam hal ini… Harta atau modal milik hak bersama… Terimakasihh…

    Suka

     
  6. Reni nabilah salsabila

    26 Desember 2017 at 8:38 am

    Bolehkah seorang pengusaha (mudharib) memakai modal usaha untuk keperluan hidupnya? Jelaskan!

    Suka

     
  7. Linda Nur'Amalia

    26 Desember 2017 at 7:16 am

    Maaf.. Saudari pemakalah saya punya pertanyaan lain… Kira” Boleh gk si Pemilik Modal Mengambil Modalnya Sewaktu-waktu Secara Sepihak? Alasannya kenapa? Syukran…

    Suka

     
  8. Linda Nur'Amalia

    26 Desember 2017 at 7:11 am

    Saya pernah membaca… Dikatakan bahwa para ulama melarang memberi modal mudharabah dalam bentuk barang… Dan harus dalam bentuk uang… Nah menurut saudari pemakalah… Apa alasan para ulama berpendapat demikian… Syukran…

    Suka

     

Komentar Anda